![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqFDaPq8i2nR8KYcAgHFYFS1YsykTG5iJdTOxEqIHrO1Yg5mfURukEwlHRUCJN9fgPOc1jhTJLv4y67w4u_4IKHRn9Oi3zYiz4g0EErvAQVxKSCtKXODmR1UpBfw8PnNDH0IiBhyWUuWwp/s200/teuku+nyak+arief.jpg)
Tetapi, tak semua tokoh Aceh mengucapkan
janji setia. Mereka para hulubalang, prajurit di medan laga, prajurit yang
berjuang melawan Belanda dan Jepang mereka yakin, tanpa RI mereka bisa
mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan kemerdekaan.
Motornya adalah Daud Cumbok. Markasnya di daerah Bireuen. Tokoh-tokoh ulama
menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan pejuang Aceh, M. Nur El Ibrahimy, Daud
Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah, perang ini dinamakan perang saudara
atau Perang Cumbok yang menewaskan tak kurang 1.500 orang selama setahun hingga
1946. Tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan Syafrudin
Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI), Aceh
minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh ditunjuk sebagai
Gubernur Militer Aceh.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaZfbRWS2anhy4raNxIuFLl3QhufZpE82Wv3zPomPIE1MsLYgtiaFoZiEfgiHrvvveGrYEh4gthNuo5WUeOy0hlZlAype-3NBnSfKyX6byT6S0GH3buAYztQ1j7JMg20LEesnFHxuS25Tc/s320/Daud+Beureueh1_2.jpg)
Setahun berlangsung, kekecewaan tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi
Sumatera Utara. Rakyat Aceh marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948
bahwa Aceh akan diberi hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat
Islam tak juga dipenuhi. Intinya, Daud Beureueh ingin pengakuan hak menjalankan
agama di Aceh. Bukan dilarang. Beureueh tak minta merdeka, cuma minta kebebasan
menjalankan agamanya sesuai syariat Islam. Daud Beureueh pun menggulirkan ide
pembentukan Negara Islam Indonesia pada April 1953. Ide ini di Jawa Barat telah
diusung Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul Islam. Lima bulan kemudian,
Beureueh menyatakan bergabung dan mengakui NII Kartosuwiryo. Dari sinilah
lantas Beureueh melakukan gerilya. Rakyat Aceh, yang notabene Islam, mendukung
sepenuhnya ide NII itu. Tentara NII pun dibentuk, bernama Tentara Islam
Indonesia (TII). Lantas, terkenallah pemberontakan DI/TII di sejumlah daerah.
Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada tragedi di sini. Pada 1955 telah terjadi
pembunuhan masal oleh TNI. Sekitar 64 warga Aceh tak berdosa dibariskan di
lapangan lalu ditembaki. Aksi ini mengecewakan tokoh Aceh yang pro-Soekarno.
Melalui berbagai gejolak dan perundingan, pada 1959, Aceh memperoleh status
propinsi daerah istimewa.
Beureueh merasa dikhianati Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur
kepemimpinan adat dan tak menghargai peranan ulama dalam kehidupan bernegara.
Padahal, rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada ulama. Gerilya
dilakukan. Tetapi, Bung Karno mengerahkan tentaranya ke Aceh. Tahun 1962,
Beureueh dibujuk menantunya El Ibrahimy agar menuruti Menhankam AH Nasution
untuk menyerah. Beureueh menurut karena ada janji akan dibuatkan UU Syariat
Islam bagi rakyat Aceh (baru terwujud tahun 2001).
GAM
lahir di era Soeharto. Saat itu, sedang terjadi industrialisasi di Aceh.
Soeharto benar-benar mencampakkan adat dan segala penghormatan rakyat Aceh.
Efek judi melahirkan prostitusi, mabuk-mabukan, bar, dan segala macam yang
bertentangan dengan Islam dan adat rakyat Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras
melalui pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui restu pusat.
Sementara rakyat Aceh tetap miskin. Pendidikan rendah, kondisi ekonomi sangat
memprihatinkan. Melihat hal ini, Daud Beureueh dan tokoh tua Aceh yang sudah tenang
kemudian bergerilya kembali untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh
dan agama Islam. Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat meneruskan
pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan penuh
ampunan Tuhan. Kini mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai tanpa senjata.
Lalu diutuslah Zainal Abidin menemui Hasan Tiro yang sedang belajar di Amerika.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLNRichSIgcw5QIU4xS9_ox_lDmN-1HTD7h_XuX_AzbhPm3aSiOMdiJycJ6VTTVLz-8Zfgn9bNiNJlx8ofi2L8Og5Dkk0jDtr6FU7nH7EUH4rCwkVviaPpElFoCqzSFy5w-pAhruyaSSq0/s200/hasantiro.jpg)
Miliki Pabrik Senjata dan Berlatih di Libia
Setelah didirikan, GAM mendapat dukungan rakyat.
Hubungan dengan dunia internasional terus dibangun. Kekuatan bersenjata pun
disusun. Berapa anggota GAM, bagaimana kekuatannya, jaringan internasionalnya,
dan dananya?
Masih ingat deadline maklumat pemerintah 12 Mei
2003 lalu. Hingga batas waktu ultimatum, pemerintah tak juga mengeluarkan
keputusan sebagai tanda awal operasi militer ke Aceh. Konon, saat itu
pemerintah menghitung kekuatan TNI di sana. Ada kekhawatiran, TNI bakal dilibas
GAM melalui perang gerilya. Secara tidak langsung, kabar ini menyiratkan
ketangguhan kekuatan bersenjata GAM. Sesungguhnya jumlah anggota GAM itu
sebagian besar rakyat Aceh. Filosofinya begini. Jika rakyat terus ditindas,
maka seluruh rakyat itu akan bangkit melawan. Dan, hal seperti inilah yang
terjadi di bumi Serambi Mekah itu. Perlawanan GAM mendapat simpati luar biasa
dari rakyat Aceh. Rakyat yang lama ternista dan teraniaya.
Sambil berkelakar, Panglima Tertinggi GAM dan Wakil Wali Negara
Aceh Tengku Abdullah Syafei (alm) sempat mengatakan, bayi-bayi warga Aceh
telah disediakan senjata AK-47 oleh GAM. Mereka akan dididik dan dilatih
sebagai tentara GAM dan segera pergi berperang melawan TNI.
Sejatinya, basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi, diplomatik dan
bersenjata. Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro dari Swedia. Opini
dunia dikendalikan dari sini. Sementara basis militer dikendalikan dari
markasnya di perbatasan Aceh Utara-Pidie. Seluruh kekuatan GAM dioperasikan
dari tempat ini. Termasuk, seluruh komando di sejumlah wilayah di Aceh dan di
beberapa negara seperti Malaysia, Pattani (Thailand), Moro (Filipina),
Afghanistan, dan Kazakhstan. Tetapi, kerap GAM menipu TNI dengan cara
mengubah-ubah tempat markas utamanya. Di seluruh Aceh, GAM membuka tujuh
komando, yaitu komando wilayah Pase Pantebahagia, Peureulak, Tamiang, Bateelik,
Pidie, Aceh Darussalam, dan Meureum. Masing-masing komando dibawahi panglima
wilayah.
Sejak berdiri tahun 1977, GAM dengan cepat melakukan pendidikan militer bagi
anggota-anggotanya. Setidaknya tahun 1980-an, ribuan anak muda dilatih di camp
militer di Libia. Saat itu, Presiden Libia Mohammar Khadafi mengadakan
pelatihan militer bagi gerakan separatis dan teroris di seluruh dunia. Hasan
Tiro berhasil memasukkan nama GAM sebagai salah satu peserta pelatihan. Pemuda
kader GAM juga berhasil masuk dalam latihan di camp militer di Kandahar,
Afghanistan pimpinan Osama bin Laden. Gelombang pertama masuk tahun 1986,
selanjutnya terus dilakukan hingga akhir 1990. Selama DOM, pengiriman
tersendat. Tetapi, angkatan 1995-1998 sudah mendapat latihan intensif. Ketika DOM
dicabut, prajurit dari Libia ini ditarik ke Aceh. Jumlahnya sekitar 5.000
personel dan dijadikan pasukan elite GAM (semacam Kopassus). Jalur ke Libia
memang agak mudah. Dari Aceh, para pemuda Aceh itu dikirim melalui Malaysia
lalu menuju Libia. Jalur lainnya dari Aceh lalu ke Thailand menuju Afghanistan
dan melanjutkan ke Libia. Dari jalur ketiga, yakni melalui Aceh menuju Filipina
Selatan dan ke Libia. Tiga jalur penting ini hampir selalu lolos dari jangkauan
petugas imigrasi, polisi, dan patroli TNI-AL. Di era Syafei hingga sekarang
dipegang Muzakkir Manaf, personel GAM terdiri atas pasukan tempur, intelijen,
polisi, pasukan inong baleh (pasukan janda korban DOM) dan karades (pasukan
khusus) serta Lasykar Tjut Nyak Dien (tentara wanita). Wakil Panglima GAM
Wilayah Pase Akhmad Kandang (alm) pernah mengklaim, jumlah personel GAM 70
ribu. Anggota GAM 490 ribu. Jumlah itu termasuk jumlah korban DOM 6.169 orang.
Sumber
resmi Mabes TNI cuma menyebut sekitar enam ribu orang. Mantan Menhan
Machfud MD menyebut 4.869 personel. Dari jumlah itu, 804 di antaranya
dididik
di Libia dan 115 dilatih di Filipina - Moro. Persediaan senjatanya
terdiri atas
pistol, senapan, GLM, mortir, granat, pelontar granat, pelontar roket,
RPG, dan
bom rakitan. Jenis senapan di antaranya AK-47, M-16, FN, Colt, dan SS-1.
Dari
mana persenjataan itu diperoleh? Ada jalur internasional yang
menyuplainya.
Sejumlah negara disebut antara lain, gerakan separatis Pattani Thailand,
Malaysia, gerakan Islam Moro Filipina, eks pejuang Kamboja, gerakan
separatis
Sikh India, gerakan Elan Tamil, dan Kazhakstan serta Libia dan
Afghanistan. GAM
juga membuat pabrik senjata. Di antaranya, di Kreung Sabe, Teunom - Aceh
Barat dan di Lhokseumawe dan Nisau - Aceh Utara serta di Aceh Timur.
Jenis senjata
yang diproduksi seperti bom, amunisi, senjata laras panjang dan pendek,
pabrik
senjata ini bisa dibongkar pasang sesuai dengan kondisi medan. Jika akan
diserbu TNI, pabrik senjata telah dipindahkan ke daerah lain. Para ahli
senjata
disekolahkan ke Afghanistan dan Libia.
Senjata-Senjata GAM juga berasal dari Jakarta dan
Bandung. Pasar gelap senjata ini dilakukan oleh oknum TNI dan Polri yang haus
kekayaan. Bagi GAM, asal ada senjata, uang tidak masalah. Sebab, faktanya GAM
ternyata memiliki sumber dana yang sangat besar. Jumlah pembelian ke oknum
TNI/Polri ini bisa trilyunan rupiah. Sebuah penggerebekan tahun 2000 oleh Polda
Metro Jaya sempat menemukan kwitansi Rp 3 milyar untuk pembelian senjata GAM di
pasar gelap dari oknum TNI. Kini, senjata yang dimiliki TNI juga dimiliki GAM.
Yang tak dimiliki GAM adalah senjata berat. Sebab, sifatnya yang lamban.
Prinsip GAM, senjata itu harus memiliki mobilitas tinggi, mudah dibawa ke
mana-mana. Sebab, strategi perangnya yang hit and run. GAM bahkan mengaku
memiliki senjata yang lebih modern dari pada TNI. Misalnya, senjata otomatis
yang dimiliki para karades. Senjata otomatis, berbentuk kecil mungil itu bisa
tahan berhari-hari dalam air. Anggota karades inilah yang biasa menyusup ke
kota-kota dan menyergap anggota TNI/Polri yang teledor.
Membeli senjata tentu dengan uang melimpah. Sebab,
harganya yang tak murah. Lantas, dari mana mereka mendapatkan dana? GAM
memiliki donatur tetap dari pengusaha-pengusaha Aceh yang sukses di luar
negeri. Di antaranya, di Thailand, Malaysia, Singapura, Amerika, dan Eropa.
Dana juga didapatkan dari sumbangan wajib yang diambil dari
perusahaan-perusahaan lokal dan multinasional di Aceh. Sebagai gambaran, tahun
2000 lalu, GAM meminta sumbangan wajib kepada seorang pengusaha lokal bernama
Tengku Abu Bakar sebesar Rp 100 juta. Abu Bakar diberi surat berkop Neugara
Atjeh-Sumatera tertanggal 15 Februari 2000 yang ditandatangani oleh Panglima
GAM Wilayah Aceh Rajek Tengku Tarzura. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) pernah menyebut Pupuk Iskandar Muda pernah menyetor Rp 10 milyar ke GAM
untuk biaya keamanan. GAM kerap melakukan gangguan bila tidak mendapatkan
sumbangan wajib tersebut. Makanya, setiap bulan, GAM mendapat upeti dari para
pengusaha ”sahabat GAM” itu. Sistem komunikasi GAM juga sangat canggih. Sistem
komunikasi berlapis dilakukan GAM sebagai benteng pertahanan dan propaganda.
Selain handytalky, GAM juga memiliki radio tranking, radar dan telepon satelit.
GAM juga memiliki penyadap telepon. Acap kali gerakan TNI/Polri dimentahkan
aksi-aksi penyadapan ini. Penggerebekan sering kali gagal total.
Sistem organisasinya yang disusun dengan sistem sel juga membantu GAM survive.
Tidak mudah menemukan markas GAM. Meski, ada sebagian anggota GAM yang
ditangkap. Antara anggota dan pejabat satu dengan yang lain kadang tidak
berhubungan, tidak saling mengenal. Ketua Umum Forum Perjuangan dan Keadilan
Rakyat Aceh (FOPKRA) Shalahuddin Al Fatah menuturkan, sejak zaman Belanda,
rakyat Aceh memang tidak pernah menang. Tetapi, rakyat Aceh tidak pernah ditaklukkan.
Fakta sejarah pula, gerakan rakyat Aceh menentang pusat tidak pernah menang.
Tetapi, TNI tidak pernah bisa menaklukkan mereka.
Temukan berbagai macam informasi wisata yang ada di Indonesia beserta makna/arti/cerita tentang wisata tersebut yang ada di indonesia
BalasHapusDan juga artikel-artikel tentang wisata di wisataIndonesiaraya.com dan like page facebook wisataIndonesiaraya.com