Wali Nanggroe, Penguasa Aceh sesungguhnya?
Akhir-akhir
ini, pasca kenaikan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih,
Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf, isu merebak di
tengah masyarakat bahwa sesungguhnya pemimpin Aceh yang baru kali ini
adalah “boneka†Sang Pemangku Wali Nanggroe, Malik Mahmud. Proses
“pembinaan†yang dilakukan dalam waktu yang relatif cukup lama mulai
dari proses rekrutmen hingga pengaturan jabatan dalam lingkup
organisasi GAM saat itu, sampai dengan sekarang dalam
menjalankan kebijakan-kebijakan politik baik dalam maupun luar negeri di
Aceh.
Sebagai
contoh, Wakil Gubernur Aceh Muzakkir Manaf, 30 tahun lalu adalah pemuda
tampan karismatik pilihan Malik Mahmud untuk dikirim belajar dan
berlatih ilmu kemiliteran di Camp Tajura, Lybia. Secara akademis
intelektual, Muzakkir sangatlah jauh untuk dikatakan cerdas, bahkan
prestasi akademiknya selama bersekolah di SMA Negeri Panton labu pun
terbilang tidak mengesankan. Namun dalam hal kemiliteran sosok dan
figurnya yang simpatik dianggap merupakan pilihan yang tepat untuk
menjadi komandan di lapangan selama konflik antara Indonesia melawan
GAM. Bodoh tetapi karismatik, adalah pilihan tepat bagi seorang
“Master mind†sekelas Malik Mahmud untuk menjadikan “anak asuhâ€
rekrutannya menjadi pengganti pemimpin GAM karismatik lainnya,
yaitu Abdullah Syafei yang dianggap oleh Malik Mahmud sebagai tokoh yang sangat berpotensi menghalang-halangi niatnya untuk “menguasai†Aceh.
23
Januari 2002, Abdullah Syafei gugur dalam suatu penyergapan oleh
pasukan TNI. Kisah penyergapan itu sendiri tidak terlepas dari
“permainan†dan strategi Malik Mahmud dalam “menjual†informasi
tentang keberadaan Abdullah Syafei kepada Pemerintah Indonesia. Setelah
wafatnya Abdullah Syafei, Malik Mahmud dengan cepat menjalankan
strateginya dengan mengangkat pengganti panglima GAM yang telah
disiapkan sejak lama, Muzakkir Manaf. Dan sejak itu, mulailah era
kepemimpinan GAM yang tidak lagi mengutamakan kepentingan rakyat Aceh di
atas semua kepentingan, namun lebih kepada kepentingan GAM sebagai
organisasi dan apa yang diperjuangkannya. Juli 2002
kemudian, Malik Mahmud segera menggagas rapat Sigom Donya di Stavanger
Norwegia untuk menegaskan posisinya dalam struktur perjuangan GAM.
Disitulah Wali Nanggroe ditentukan oleh Hasan Tiro, dan Malik Mahmud
berkedudukan sebagai Pemangku Wali. Dengan strategi dan rekayasa
sejarah, tidak seorangpun yang menyadari niat busuk dari Malik Mahmud
dalam menyusun rencana kekuasaan bagi kelompoknya, kecuali MP GAM saat
itu yang digawangi oleh Dr. Husaini, yang kerap menentang keputusan yang
diambil oleh Malik Mahmud yang cederung sentralistis dan otoriter,
sementara melalui MP GAM, perjuangan GAM lebih fokus pada kepemimpinan
kolektif dengan tetap memperjuangan kepentingan rakyat Aceh sebagai
prioritas.
Sedikit melihat ke belakang, MP-GAM sendiri adalah organisasi yang dibentuk diKuala
Lumpur pada tahun 1999, oleh para senior GAM yang masih setia
kepada perjuangan. Inisiatif pembentukan majelis ini merupakan sikap
antisipatif mengingat kondisi kesehatan Wali
yang mulai menurun akibat terkena stroke pada Agustus 1997, ditambah
lagi dengan fakta rancunya konsolidasi perjuangan setelah diambil alih
oleh Malik Mahmud.
Malik Mahmud saat itu telah menyingkirkan relatif 90% para loyalis perjuangan diStockholm dan Malaysia, termasuk di antaranya Panglima Angkatan Darat Tgk. M. Daud Husin.
Beberapa tokoh penting generasi awal sudah tidak lagi mendapat tempat.
Sebaliknya
Malik pun mulai membangun hegemoni
kekuasaannya bersama orang-orang yang relatif mudah dikendalikannya
melalui GAM “baru’ hasil rekrutan Malik Mahmud sendiri antara tahun
1986 sampai dengan tahun 1989.
Mungkin
banyak orang yang lupa atau tidak mengetahui bahwa (alm.) Tgk. Hasan M.
di Tiro telah membentuk Majelis Negara dan menandatangani dekrit pada
tanggal 17 Maret 1979, sesaat sebelum beliau berangkat keluar negeri.
Dekrit tersebut menegaskan bahwa dalam kondisi Wali Negara yang absen,
misalnya karena sakit atau keluar negeri, maka Pemerintahan dijalankan
oleh Majelis Menteri (Council of Ministers), yang dikepalai oleh Perdana
Menteri dengan beberapa orang Wakil Perdana Menteri. Dalam kondisi
absen tetap, seperti
kematian, maka kepemimpinan digantikan secara berturut-turut sesuai
dengan ranking senioritas yang telah ditentukan sebagai berikut: Perdana
Menteri-1 (PM-1): Dr. Mokhtar Y. Hasbi, Wakil PM-1: Tgk. Haji Ilyas
Leube, Wakil PM-2: Dr. Husaini Hasan, Wakil PM-3: Dr. Zaini Abdullah, dan Wakil PM-4: Dr. Zubir Mahmud.
Menyadari
posisinya tersebut, Malik Mahmud mulai “menggembosi†satu persatu
pimpinan MP GAM, dengan berbagai rekayasa yang telah kita saksikan
sendiri selama ini, mulai dari Guree Rahman, Tgk. Don Zulfahri, Tgk.
Daud USman dan lain-lain. Semuanya direkayasa untuk ditangkap hingga
dibunuh dengan cara yang mengenaskan.
Sekarang,
dengan terpilihnya pemimpin Aceh yang baru hasil dari kesepakatan dan
skenario yang telah disusun dengan apik oleh Malik Mahmud, maka
kekuasaan Aceh sebenarnya bukanlah di tangan pemimpin terpilih, apalagi
rakyat Aceh. Sebab, Sang Wali nanggroe yang baru sedang “bermainâ€
mengkutak-katik struktur dan organisasi pemerintahan demi keuntungan
dan kekuasaan sendiri. Lihatlah apa yang terjadi dengan rekayasa tambang
emas di Aceh Selatan yang melibatkan perusahaan Australia dengan
penghubung yang tak jelas asal muasalnya apalagi reputasinya (Pedro
Limardo), belum lagi rencana pembentukan tim pemantau pembangunan Aceh
yang akan melibatkan unsur-unsur KPA atau eks kombatan GAM tanpa
dilandasi pada kompetensi namun lebih kepada “balas budi†semata.
Mengerikan, namun nyata
terjadi. Penguasaan atas sebuah
daerah melalui sebuah proses yang demokratis karena melibatkan rakyat di
dalamnya, hendaknya terbebas dari segala intervensi kepentingan oleh
siapapun dan apapun, janganlah seorang pemimpin tersandera oleh “utang
budi†atau utang-utang lainnya, sebab satu-satunya tempat ia berutang
adalah kepada rakyatnya yang telah menaruh harapan besar kepada
dirinya. Oleh karenanya, sudah sepatutnya pemimpin harus selalu
berpedoman kepada kepentingan rakyat dengan menempatkan rakyat sebagai
prioritas untuk disejahterakan.
Komentar
Posting Komentar